Selasa, 01 Mei 2012

Home » » FTTH (FIBER T0 THE HOME)

FTTH (FIBER T0 THE HOME)

FTTH (Fiber To The Home) merupakan penyelenggaraan jaringan kabel optik yang mencapai hingga ke titik pelanggan atau yang dikenal sebagai customer premise. Berbeda dengan jaringan kabel optik konvensional yang memerlukan dua core kabel optik untuk transmit (Tx) dan receive (Rx) data informasi yang dilewatkan, maka pada FTTH digunakan cukup satu core saja kabel optik untuk Tx dan Rx. Hal ini dimungkinkan dengan menggunakan perbedaan panjang gelombang cahaya yang digunakan pada Tx maupun Rx. Teknologi yang digunakan ini dikenal sebagai PON (Passive Optical Network). Dalam standarisasi teknologi PON terdapat dua institusi internasional ternama yang berbeda basis pengembangannya. ITU (International Telecommunication Union) dengan basis teknologi telekomunikasi menstandarkan pertama kali APON, A merefer dari ATM (Asynchronous Transfer Mode) dan berkembang hingga saat ini sebagai GPON. Sedangkan IEEE (Institute of Electrical and Electronic Engineering) menstandarkan pertama kali dari teknologi komunikasi data sebagai EPON, E untuk Ethernet yang kemudian berkembang menjadi GEPON.

Secara umum prinsip kerja PON adalah seperti gambar berikut :

Komunikasi downstream dari sentral menuju pelanggan

Komunikasi upstream dari pelanggan menuju sentral

Outline dari physical layer pada PON dibagi menjadi 5 subsistem :

1. Sistem sentral;

2. Sistem kabel feeder;

3. Sistem distribusi serat optik;

4. Sistem kabel drop;

5. Sistem terminasi serat optik yang keseluruhannya tergambar seperti dibawah ini:



Teknologi ini dapat juga digunakan pada pengembangan jumlah BTS node B dalam rangka keterbatasan kabel serat optik existing.



Oleh : ardians@ymail.com



Dilema Jaringan Akses Tembaga
Teknologi telekomunikasi terus berkembang, dimulai dengan menggunakan simbo-simbol seperti membakar rumput kering sehingga timbul asap seperti yang dilakukan masyarakat kuno Indian Amerika, selanjutnya morse, telex yang merupakan perkembangan dari morse dan kemudian masyrakat mengenal telepon tetap dengan kabel maka untuk waktu sekarang telah muncul berbagai cara lain untuk berkomunikasi yaitu dengan menggunakan selular yang dapat bergerak diberbagai tempat maupun internet yang biasa dikenal sebagai voip.

Teknologi switching membawa kemajuan pesat telekomunikasi, menjadikan sektor ini menjadi sebuah industri tersendiri yang sangat penting hingga membuat perubahan-perubahan besar pada dunia. Pada era ini pembangunan telepon dengan berbasis kabel tembaga marak dilakukan. Untuk di Indonesia PT. Telkom sebagai BUMN mengeluarkan biaya sangat mahal dalam pembangunan tiap SST (satuan sambungan telepon) konvensional, yaitu menggelar kabel tembaga, memerlukan sekitar 800 hingga 1.000 dollar AS dimana ARPU (average revenue per user - rata-rata pendapatan dari tiap pelanggan) yang rendah, modal baru kembali dalam 15 tahun. Itulah sebabnya, kepadatan telepon per seratus penduduk (teledensity) Indonesia masih rendah, cuma 3,7 telepon per seratus penduduk Padahal, peran telekomunikasi dalam pertumbuhan ekonomi dan kelancaran perdagangan cukup besar, jauh lebih besar dari transportasi (sumber : ebizzasia.com 02-12-2003).

Seiring perkembangan zaman, pertumbuhan telepon selular mulai menggeser telepon tetap kabel. Kemudahan instalasi, biaya yang lebih rendah dan cakupan daerah yang lebih luas menjadikan selular sebagai alat telekomunikasi favorit bagi masyarakat. Apalagi saat ini dunia selular telah memasuki era 3G dimana selain layanan suara, dapat pula menawarkan layanan data yang telah mencapai kecepatan tinggi hingga 2 Mbps. Hal ini makin memperlambat perkembangan jaringan kabel akses tembaga, sedangkan jaringan yang telah ada penggunaan untuk komunikasi suara mulai sedikit sekali dipakai yang ujungnya mengurangi revenue.
Untuk meningkatkan nilai dari jaringan kabel tembaga, istilah PT. Telkom “mengubah tembaga menjadi emas“ diterapkanlah teknologi xDSL dimana kedua layanan baik suara maupun data dapat saling bekerja pada waktu yang bersamaan (www.dslforum.org) dan layanan data tersebut bersifat broadband bukan lagi dial-up. Pilihan yang dipakai untuk varian xDSL adalah ADSL (Asymetric Digital Subscriber Line) sebagai layanan internet dimana jalur uplink mampu memiliki kecepatan maksimal 640 Kbps dan downlink maksimal hingga 8 Mbps sehingga terdapat perbedaan antara kedua jalur tersebut (asymetris) dengan cakupan jarak hingga 5 km dari sentral telepon atau dimana DSLAM ditempatkan.

Apakah dengan penerapan teknologi ini maka harapan peningkatan value telah terpenuhi? Kenyataannya tidaklah mudah untuk menyesuaikan dengan harapan. Umur kabel yang terlampau tua sekitar 30 tahun serta kondisi jaringan yang buruk ternyata telah menurunkan daya saing kabel tembaga. Apalagi ada beberapa syarat teknis yang harus dipenuhi agar layanan ADSL dapat terkirim ke pelanggan seperti parameter elektris dari suatu jaringan kabel yang digelar dan jarak tertentu antara sentral dan pelanggan, sehingga tidak seluruh pelanggan telepon tetap dapat menerima layanan baru ini.

Namun bukanlah orang kita apabila tidak dapat menemukan solusi ‘cerdik’ dari masalah yang ada. PT. Telkom mengubah penawaran yang ada dari broadband menjadi high speed internet karena maksimum downlink yang bisa dipakai adalah 512 Kbps (ada yang mencapai 1 Mbps) terutama untuk pelanggan korporasi. Tujuannya adalah agar terdapat kesamaan layanan dan sebanyak mungkin pelanggan dapat menerimanya karena berkaitan dengan kondisi mayoritas kelayakan jaringan kabel tembaga yang ada. Hal lain lagi adalah memenuhi pelanggan yang jaraknya jauh dari sentral dengan memindahkan DSLAM (modem primary) yang terletak di sentral menuju keluar sentral dan diletakkan dalam rumah-rumah kabel dibagian out side plant (OSP) sehingga lebih mendekati pelanggan dan dikenal sebagai Remote DSLAM.

Memang dengan melakukan hal-hal diatas biaya akan semakin bertambah dan terlihat lebih mahal namun perlu diketahui sebagai pemilik jaringan kabel tembaga terbesar kalo bisa dikatakan sebagai satu-satunya tentu akan dapat meraih peningkatan pendapatan yang sangat besar pula. Dengan basis pelanggan telepon tetap yang hingga 9.7 juta orang hingga tahun 2007 (sumber: sinar harapan 09-01-2007) yang apabila sekitar 10% saja terhubung ke internet melalui ADSL maka menjadikan PT. Telkom satu-satunya operator yang memiliki pelanggan layanan data terbesar. Tanpa harus bersusah payah membentuk (create) pelanggan baru, yang ada tinggal menawarkan sebagai fitur tambahan bagi layanan telepon tetap bahkan dapat pula menampilkan layanan triple play (voice, data, and video).

Tentu saja perbaikan-perbaikan harus terus dilakukan terhadap jaringan kabel tembaga yang ada bahkan kalo bisa meningkatkannya, jangan sampai menjadi aset-aset mati dan tidak berharga. Bagaimanapun juga masih banyak keunggulan-keunggulan kabel tembaga dibanding dengan jaringan selular menggunakan media udara yang rentan terhadap pengaruh cuaca dan interferensi frekuensi. Disamping itu pelanggan layanan kabel tetap bisa dikenal sebagai pelanggan-pelanggan “loyal” (pasti) karena kedudukan mereka yang diketahui secara pasti tempatnya dan ini belum dimiliki jaringan selular dimana kepastian status pelanggan masih bisa dipertanyakan karena bisa saja mereka menggunakan data bukan asli saat registrasi dan juga ketidakloyalan dengan seringnya berpindah-pindah operator.
Disamping itu kemudahan lain bagi pelanggan adalah handset telepon tetap di tiap-tiap pelanggan telah mendapatkan catu daya dari sentral sehingga pelanggan tidak harus selalu mengecek apakah unitnya dalam kondisi hidup atau batere habis seperti yang sering dilakukan pada telepon selular untuk memastikan unit dalam keadaan terjaga (standby).
Untuk itu pembangunan jaringan kabel tembaga baru setidaknya harus tetap dilakukan, terutama untuk kota-kota diluar pulau Jawa karena relatif lebih mudah dalam pembangunan maupun pemeliharaannya misalkan ketersediaan lahan masih cukup besar. Agar mudah terealisasi penyelenggara dapat mengajak masyarakat yang ingin memiliki sambungan telepon tetap dirumahnya untuk turut serta menanggung sebagian dari total biaya instalasi tersebut. Penyelenggara dapat pula mengawinkan penggelaran tersebut dengan teknologi yang lain misalkan kabel serat optik pada sisi primer dan tetap dengan kabel tembaga untuk sisi sekundernya.

Jaringan selular (wireless) tidak akan pernah mematikan bisnis jaringan kabel yang sudah diimplementasikan sejak akhir abad ke-19 lalu. Kenyataannya saat ini di dunia, jaringan kabel sudah tergelar untuk sekitar 1 miliar satuan sambungan telepon (SST) dan hal tersebut tidak bisa begitu saja dikesampingkan apalagi untuk kondisi di Indonesia belum ada operator-operator telekomunikasi selain PT. Telkom yang berani implementasi jaringan kabel tembaga. Tentu hal ini semakin memperkokoh menjadi pemain tunggal untuk segmen pasar ini. Apalagi efek psikologi masyarakat terutama penduduk-penduduk tradisional yang masih melihat telepon itu sebuah alat bicara yang menempel (terletak) didalam rumah.

Menurut pemikiran saya, dimasa yang akan datang kondisi jaringan selular akan mengalami masa saturasi (jenuh) karena pada saat itu frekuensi yang merupakan sumber daya alam terbatas telah mengalami kepadatan yang luar biasa untuk dapat memenuhi jumlah pelanggannya dan bisa dibayangkan begitu rumit kondisinya sehingga potensi untuk saling ganggu akan sangat besar, dan pada saat itu jaringan kabel akses tembaga merupakan pilihan nyaman dalam berkomunikasi baik suara maupun data.
thanx gan..
Share this article :

3 komentar:

  1. trimakasih infonya , membantu sekali untuk tugas , kalo ada waktu blogwalking mampir ke site saya ya, terimakasih

    BalasHapus